Laporan Kehutanan Mengenai Sosiologi Lingkungan dalam Kehutanan
Pendahuluan
Latar Belakang
Kerusakan hutan yang semakin parah di dunia maupun di negara kita sendiri begitu sangat memperihatinkan bagi kehidupan yang akan datang. Sebagian besar hutan di Indonesia telah banyak yang gundul, sehingga hal ini berdampak pada kerusakan ekosistem dan semakin sedikitnya sumber daya alam yang dimiliki. Pengaruh kerusakan hutan ini juga berdampak pada pemanasan bumi (global warming). Manusia hanya memikirkan keuntungan mereka sendiri tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan.Kondisi hutan saat kini nampaknya semakin berkurang akibat tingginya laju deforestasi yang cukup besar. Kondisi sosial ekonomi yang rendah terlebih sebagai dampak krisis ekonomi, pemilikan lahan yang sempit, rendahnya pendapatan dari hasil pertanian serta kurangnya keterampilan berusaha diluar sektor pertanian mendorong masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan untuk mencari sumber pendapatan dari hutan yang merupakan kawasan terdekat dengan pemukiman. Kenyataan ini juga tidak lepas dari faktor kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya hutan yang menegasikan dimensi sosial budaya masyarakat. Eksistensi, hak dan pengetahuan lokal masyarakat yang sesungguhnya memiliki tingkat kearifan dalam mengelola hutan untuk kelestarian dan ekonomi kurang diakui dan dihargai, sehingga berimplikasi menjadikan rakyat tidak merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap perlindungan hutan.
Dengan tetap menjaga kelestarian hutan maka kehidupan manusia itu sendriri akan berdampak pada tingkat kesejahteraan karena sumber daya alam akan tetap tejaga dan tersedia hingga masa yang akan datang. Disini juga peran pemerintah harus lebih baik dalam menangani illegal loging atau perlindungan hutan agar kelestarian hutan tetap terjaga. Pemerintah harus menindak tegas kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam penebangan hutan secara liar agar diberikan hukuman atau sanksi yang berat kepada para penebang liar, hal ini jika dilakukan dengan baik tanpa ada pilih kasih maka akan membuat jerah para penebang liar sehingga berdampak pada tetap terjaganya kelestarian hutan dan ketersedian sumber daya alam yang tetap terjaga hingga generasi yang akan datang. Kelestarian hutan sebenarnya akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat karena dengan terjaganya kelestarian hutan maka mereka tetap memiliki lahan untuk terus dimanfaatkan sebagai sektor pertanian, hal ini menciptakan masyarakat tetap memiliki sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan menjadikan hal ini sebagai sistem perekonomian.
Negara kita saat ini sedang terjadi perubahan, maka pemerintah harus mengikuti terus perubahan itu dengan merubah kultur yang lama, dan perlu menyempurnakan model-model pengelolaan hutan. Bila semua mau mencermati UU 41 Th 1999 yang perlu diingat sangatlah sederhana tapi penuh makna yaitu “ Hutan Lestari Masyarakat sejahtera atau makmur”. Hutan sekarang ini mengalami degradasi untuk itu model-model pengelolaan hutan yang mengajak masyarakat akan lebih baik untuk menciptakan hutan lestari.
Rumusan masalah
• Langkah apa yang akan dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk menciptakan hutan yang lestari?• Bagaimana cara agar mayarakatnya sejahtera dengan memanfaatkan hutan lestari?
• Mengapa dunia sering menyerukan untuk menjaga dan terus melestarikan hutan?
• Siapa pihak yang bertanggung jawab dalam menjaga dan melestarikan hutan, serta siapa yang akan yang akan memanfaatkan dan mengelolah hasilnya?
• Dimulai dari semenjak kapan untuk menghasilkan hutan yang lestari?
• Dimulai dari mana sehingga menghasilkan hutan lestari dan dari mana modal untuk mengembangkan hutan lestari
Tujuannya
1. Mensejahterakan masyarakat, terutama masyarakat yang ada di dalam atau sekitar hutan2. Menerapkan atau mewujudkan prinsip-prinsip pengelolaan PH
Pembahasan
Pasal 70 UU 41/99 mengatur bagaimana masyarakat ikut dalam mengelola hutan. Bagaimana pemerintah ikut mendorong partisipasi masyarakat. Bagaimana partisipasi masyarakat bisa dirangkum/ditriger dalam suatu forum yaitu forum pemerhati kehutanan. Jadi seperti diamanatkan UU 41/1999 hal ini tidak hanya menjadi concern Dephut tetapi concern semua warga negara Indonesia karena ini UU.Asas penyelenggaraan kehutanan ada beberapa hal :
- Mampu memberdayakan masyarakat
- Ada wilayah, masyarakat diberi hak pengelolaan, bagaimana kita memberikan akses kepada masyarakat Penetapan tujuan, bahwa aplikasi social forestry di hutan produksi. social forestry di hutan lindung dan social forestry di hutan wisata formatnya akan beda. Tinggal bagaimana kita meletakkan fungsi sesuai tujuannya
- Merupakan cost sharing, masyarakat merupakan modal yang cukup besar. Kewajiban pemerintah menata financial dan physical systemnya bagaimana
- Asas penyelenggraan menggunakan azas pendekatan DAS, artinya dalam suatu DAS terdapat hubungan hulu dan hilir. Karena jika bicara hutan kita tidak bicara on site benefit tetapi bicara off side effect. Karena hutan lindung bias berpengaruh terhadap down stream terutama dari fungsi lindungnya.
Strategi kebijaksanaan nasional kita, prinsip yang kita anut bagaimana UU 41/99 yang diamanatkan itu bisa kita jabarkan ke dalam pasal 70 dan yang penting kenapa kita ingin forum ini dibutuhkan, karena kita ingin forum ini bisa berperan di semua level manajemen administrasi kenegaraan. Jika forum ini bisa berjalan, persoalan-persoalan di kabupaten tidak perlu sampai ke pemerintah pusat. Hal ini penting sehingga kita bisa terkonsentrasi bagaimana kita membangun sistem ini mulai dari tingkat desa sampai dengan tingkat pusat.
Karena ini pengertian social forestry cukup besar, cukup luas dan tidak saja menyangkut institusi kehutanan tetapi juga institusi lain terutama berkaitan dengan UU No. 22/99. Sasaran pertama adalah bagaimana konsep social forestry diadopsi oleh masyarakat luas. Itu jangka panjang. Social forestry ini merupakan suatu alat pendekatan bagaimana kita bisa menyelesaikan konflik-konflik yang ada di daerah. Konflik yang ada di masyarakat saat ini adanya kalim masyarakat adat. Oleh karena program social forestry kepada masyarakat luas difokuskan kepada masyarakat adat. Hal ini penting karena dalam UU No. 41/99 diatur bagaimana kita bisa memberdayakan masyarakat adat. Diakomodasikan kepentingan-kepentingan masyarakat adat dan bagaimana kita mengaplikasikan prinsip asas-asas social forestry ini ke dalam masyarakat adat. Kondisi hutan di Indonesia di luar Jawa banyak pengaruh masyarakat adat, di Jawa sudah privatisasi di mana ada hutan rakyat, tetapi prinsip social forestry juga jalan. Misalnya PHBM di Perhutani merupakan salah satu social forestry. Masih ada bentuk lain, PHOM di Sanggau di mana pemerintah menyerahkan hal pengelolahan kepada masyarakat. Contoh lain di Krui, dan gunung Betung di Lampung dan Rinjani.
Disini dicoba bagaimana lembaga/entity ekonomi bias bermitra dengan masyarakat, pemerintah hanya mengatur agar masyarakat bermitra dengan lembaga ekonomi. Saat ini untuk bentuk yang luas masih dalam konteks pengembangan model. Seperti di Sanggau ada SFDP, Krui memberikan hak kepada masyarakat dengan tujuan khusus dengan pengembangan hasil hutan non kayu, Gn. Betung masyarakat penebang liar dibentuk dengan proses 2 tahun sekarang mereka mampu mengelola hutannya sendiri. Di Rinjani dan Bali masyarakat memanfaatkan hutan lindung dengan tidak menebang. Karena social forestry merupaka local specific maka dalam pengembangannya harus hati-hati, artinya harus melihat tipologi yang ada (sosial, fungsi hutan dan tipologi wilayah pengembangannya). Ke depan tim social forestry dari departemen Kehutanan sedang memformulasikan bentuk pendekatan social forestry yang cocok bagi HPHTI yang baru dicabut.
Sedang dicari format bagaimana menerapkan social forestry dalam konteks ini. Karena jika tidak dikhawatirkan hutan ini menjadi lahan tak bertuan, sehingga setiap orang mempunyai akses. Di beberapa lokasi HTI ada masyarakatnya, sedangkan sumber daya sudah dibentuk sehingga harus dipikirkan bagaimana memberikan akses ini kepada masyarakat tapi harus dilihat dulu kemampuan institusinya. Ini penting, karena jika hanya memberikan pada masyarakat tetapi masyarakat tidak mampu mengelolanya sehingga peluang ini ijinnya diberikan kepada yang lain, pada akhirnya masyarakat sama sekali tidak mendapatkan keuntungan. Yang penting komitmen, baik pemerintah maupun masyarakat. Ini sebenarnya yang disebut building proses. Hal ini membutuhkan waktu sehingga social forestry ini tidak datang dengan tiba-tiba tetapi harus dipersiapkan dengan baik. Yang penting adalah komitmen antara masyarakat, pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah. Jangan sampai akses ini juga digunakan oleh Pemda untuk hal-hal lain. pengalaman menunjukkan banyak Pemda menggunakan konsep social forestry bukan untuk masyarakat tapi untuk kelompok-kelompok tertentu. Hal ini menunjukkan tidak ada komitmen untuk menyelenggarakan prinsip asas social forestry. Dampak yang diinginan adalah masyarakat sejahtera. Selama ini masyarakat menjadi masyarakat yang disingkirkan. Banyak illegal logging, mengapa masyarakat diam saja. Karena mereka tidak merasakan buat apa sumber daya hutan itu tidak ada efeknya bagi mereka. Oleh karena itu diharapkan masyarakat harus mampu mengelola hutan. Mereka mampu melaksanakan prinsip pengelolaan hutan lestari dan juga mampu bersaing. ini tanggung jawab kita semua.
Sesuai UU no : 16 Th 2006, penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya untuk meningkatkan produksi, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya aerta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Peluang dan tantangan telah ditawarkan oleh Menteri Kehutanan secara langsung kepada penyuluh untuk berbuat dan bertindak membangun sistim dan mengaplikasikannya dilapangan mengajak masyarakat agar bisa berubah sikap dan perilakunya dalam ikut membangun dan mengelola hutan agar lestari serta mewujudkan masyarakat sejahtera. Mari kita analisis dan telaah arahan, pesan dan harapan Menteri Kehutanan dalam suatu proses sehingga kita para penyuluh dapat menyikapi dan menindak lanjuti dalam kegiatan atau program penyuluhan untuk mendampingi masyarakat guna mewujudkan hutan lestari masyarakat sejahtera. Dengan menggunakan SWOT (KEKEPAN) maka dapat kita pilah pilah sbb:
Kekuatan :
• UU No : 41 Th 1999 “ Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera”
• UU No : 16 Th 2006 tentang “ Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan”.
• Saat ini kita sedang mengembangkan Hutan Tanaman
• Sudah banyak model-model pengelolaan hutan tanaman, hutan rakyat, hutan kemasyarakatan, PHBM, hutan rakyat dan lain-lain
• Pendampingan oleh penyulu harus dilakukan secara terus menerus walaupun sudah berhasil.
Kelemahan :
• Negara sedang mengalami perubahan
• Hutan mengalami degradasi
• Masyarakat mempunyai aneka ragam budaya
• Merubah sikap, dan perilaku masyarakat tidak mudah.
Peluang :
• DPR setuju penyuluhan difasilitasi sarana dan prasarananya
• Kesuksesan penyuluhan perlu terus diprogramkan dan dilanjutkan
• Keberhasilan peluang perlu untuk dibahas
• Masyarakat harus terlibat dalam pembangunan hutan
Tantangan :
• Pendampingan harus menjadi cambuk dan target pembengunan
• Pendampingan merupakan jaminan untuk masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya
• Penyuluh harus bias menciptakan kemandirian masyarakat dan mengurangi ketergantungan pada pemerintah
• Penyuluh harus bisa merubah sikap dan perilaku masyarakat
• Penyuluh harus dapat membina kelompok-kelompok
Dengan menggunakan Strategi Penyuluhan kita manfaatkan Kekuatan dan Peluang untuk meminimalkan Kelemahan serta menghadapi Tantangan untuk mewujutkan harapan Menteri Kehutanan menjadi kenyataan maka institusi dan penyuluh yang ada harus bekerja lebih giat lagi dan menuangkannya ke Renstra dimasing-masing intitusi dan programa di setiap penyuluh dalam kegiatan – kegitan penyuluhan baik yang ada di pusat maupun di pemerintah Provinsi, Kabupaten / Kota. Dengan menggunakan metode, materi, alat bantu dan teknologi serta sistim penyelenggaraan penyuluhan mari kita kembangkan penyuluhan yang partisipatif kedalam 5 jak department hutan melalui pendampingan untuk mengajak masyarakat (pelaku utama) dan dunia usaha (pelaku usaha) agar tahu, mau dan mampu melakukan perubahan baik sikap dan perilakunya dalam menguatkan kelambagaan, memperluas jaringan kerja, mengembangkan askses pasar dan permodalan serta meningkatkan produksi dalam ikut membagun dan mengelola hutan dan kehutanan untuk mewujutkan hutan lestari masyarakat sejahtera.
Dalam menghasilkan hutan lestari dapat digunakan beberapa metode, antara lain.
- Metode Perencanaan Strategis untuk Pembangunan Sumberdaya Kehutanan Daerah. Menyongsong era desentralisasi, maka sangatlah penting bagi kabupaten untuk merumuskan secara kongkrit apa visi dan agenda prioritas pembangunan kehutanan kedepan dalam konteks pembangunan wilayah. Pengalaman sejauh ini mengesankan bahwa perencanaan pembangunan kehutanan lebih disusun sebagai pelengkap yang bersifat formalisme. Dengan memberi kemampuan pimpinan kehutanan tingkat kabupaten dalam metode perencanaan strategis, maka akan jelas kontribusi sektor kehutanan terhadap peningkatan pendapatan bagi daerah dan masyarakat tanpa harus mengorbankan nilai kelestarian.
- Metode Analisa Sosial Masyarakat. Proses pengambilan keputusan yang dimbil oleh elite pimpinan kehutanan tingkat daerah lebih banyak mendasarkan pertimbangan aspek legal-formal, tehnis dan ekonomis. Penentuan suatu kebijakan, program ataupun penyelesaian sengketa dalam pengelolaan sumberdaya dengan mengkaji aspek sosial masyarakat sangat terbatas dan bahkan tidak sama sekali. Disamping faktor ketrampilan yang kurang, maka bisa jadi dikarenakan faktor kepekaan sosial yang kurang mendukung. Karena itu, peningkatan kemampuan elite pimpinan dalam bidang analisa sosial masyarakat kelak dapat membantu proses pengambilan keputusan yang adil bagi semua pihak dan memihak bagi kepentingan masyarakat lapisan bawah.
Penutup
Kesimpulan
Dari penjabaran makalah ini bahwa, pemerintah dan masyarakat disini dituntut untuk memperjuangkan bagaimana mengwujudkan hutan yang lestari. Karena jika terciptanya hutan yang lestari maka kesejahteraan masyarakat akan terwujud. Pemerintah juga mengatur strategi dalam kelestarian hutan di setiap sektor dan seharusnya masyarakatnya mendukung dalam pelaksanaannya. Meskipun langkah kebijakan dan program kehutanan yang ditempuh Pemerintah sesungguhnya sudah cukup berubah dibandingkan era orde baru, namun kelak hasilnya tidak akan mengalami perubahan berarti, jika hanya menempatkan program HKm sebagai proyek dan tujuan politik semata. Peningkatan kualitas SDM dalam 4 bidang diatas juga tidak memberi pengaruh signifikan terhadap keberhasilan program HKm, apabila tidak didukung dengan komitmen moral terhadap perbaikan nasib masyarakat kecil, kesedian berdialog tanpa prasangka yang bersifat primordial serta adanya fleksibilitas dan keadilan dalam pengelolaan kegiatan.Namun kesemuanya berpulang kepada Pemerintah sendiri untuk berubah dan melihat realitas empirik yang berkembang di masyarakat. Yang jelas dan pasti, masyarakat sudah sulit menerima ketidakadilan atas sikap politik dan komitmen pribadi dari aparat Pemerintah dalam distribusi pemanfaatan hasil sumberdaya kehutanan. Dan implikasinya semakin merusak kelestarian hutan. Partisipatif department hutan melalui pendampingan untuk mengajak masyarakat (pelaku utama) dan dunia usaha (pelaku usaha) agar tahu, mau dan mampu melakukan perubahan baik sikap dan perilakunya dalam menguatkan kelambagaan, memperluas jaringan kerja, mengembangkan askses pasar dan permodalan serta meningkatkan produksi dalam ikut membagun dan mengelola hutan dan kehutanan untuk mewujudkan hutan lestari masyarakat sejahtera.
Laporan Kehutanan Mengenai Sosiologi Lingkungan dalam Kehutanan
4/
5
Oleh
Sang Kualita
Tambahkan Komentar Anda Untuk Meningkatkan Kualita Blog Ini Dengan Cara : Tidak Spam dan Berkatalah yang Sepantasnya.