Thursday, February 8, 2018

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) : Alat Pelindungan Diri

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) : Alat Pelindungan Diri

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan

Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) : Alat Pelindungan Diri


Tujuan

  • Memahami pentingnya aspek kesehatan dan keselamatan kerja.
  • Mengetahui peralatan-peralatan keselamatan kerja pada tiap elemen kegiatan pemanenan.

Dasar Teori

Pada umumnya kegiatan pemanenan hutan dicirikan oleh kombinasi beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Ketimpangan oleh salah satu faktor dapat menyebabkan resiko yang berbahaya dan akhirnya dapat menyebabkan kecelakaan. Faktor-faktor yang saling berhubungan tersebut adalah manusia, peralatan dan lingkungan kerja, manusia sebagai salah satu faktor penggeraknya merupakan satu-satunya faktor hidup yang sangat rentan dengan bahaya kecelakaan.
Kegiatan pemanenan hutan pada umumnya dicirikan oleh kombinasi faktor antara manusia, peralatan dan lingkungan kerja. Masing-masing faktor memiliki fungsi tertentu dan saling berinteraksi satu sama lain. Apabila faktor-faktor tersebut berfungsi dengan baik dan benar serta berinteraksi secara selaras, maka pekerjaan akan dapat terselesaikan dengan baik dan dapat menciptakan efisiensi dan prestasi kerja yang tinggi, begitu juga sebaliknya (Rusmana, 2003).

Menurut Wigbjosoebroto (1989), banyak faktor-faktor yang terlibat dan mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam bekerja. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Faktor diri. Faktor ini datang dari dalam diri si pekerja dan sudah ada sebelum ia mulai bekerja. Faktor diri tersebut antara lain: attitude, sikap, karakteristik fisik, minat, motivasi, usia, kelamin, pendidikan, pengalaman, dan sistem nilai.
2. Faktor situasional. Faktor ini datang dari luar si pekerja dan hampir sepenuhnya dapat diatur dan diubah oleh pimpinan perusahaan sehingga disebut juga faktor-faktor manajemen, yang antara lain :
1) Faktor sosial dan keorganisasian seperti karakteristik perusahan, pendidikan dan latihan, pengawasan, pengupahan dan lingkungan sosial.
2) Faktor fisik antara lain mesin, peralatan, material, lingkungan kerja, metode kerja.

Besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap keberhasilan kerja bukannya sekedar hasil jumlah atau rata-rata dari pengaruh setiap faktor tersebut, tetapi merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor tersebut, dan kadang-kadang mengikuti suatu mekanismeyang sangat kompleks. Dengan demikian pimpinan perusahaan harus dapat mengatur semua faktor-faktor tersebut sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan menjalinnya dengan faktor-faktor dari pekerja untuk menciptakan keberhasilan yang maksimal.
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara / metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/ kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya (Departemen Kesehatan, 2008).

Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan: “Suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas”. Suatu kejadian atau peristiwa tertentu adalah sebab musababnya demikian pula kecelakaan industri/ kecelakaan kerja ini, dimana ada 4 faktor penyebabnya yaitu:
1. Faktor manusianya
2. Faktor materialnya/ bahannya/ peralatannya
3. Faktor bahaya/ sumber bahaya, ada dua sebab :
a) Perbuatan berbahaya; misalnya karena metode kerja yang salah, keletihan/kelesuan, sikap kerja yang tidak sempurna, dan sebagainya.
b) Kondisi/ keadaan bahaya; yaitu keadaan yang tidak aman dari mesin/ peralatan-peralatan, lingkungan, proses, dan sifat pekerjaan
4. Faktor yang dihadapi; misalnya kurangnya pemeliharaan/ perawatan mesin-mesin/ peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna (Husni, 2000).

Kecelakaan kerja yakni peristiwa yang tidak diinginkan/ diharapkan, tidak diduga, tidak disengaja terjadi dalam hubungan kerja, umumnya diakibatkan oleh berbagai faktor dan meliputi juga peristiwa kebakaran, peledakan, penyakit akibat kerja serta pencemaran pada lingkungan kerja. Berbagai potensi bahaya di tempat kerja senantiasa dijumpai. Mengenai potensi bahaya industrial merupakan langkah awal dalam mewujudkan upaya pencegahan kecelakaan kerja (Husni, 2000).

Suma’mur (1989) membuat batasan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja dengan perusahaan. Hubungan kerja disini berarti kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu, kecelakaan akibat kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni :
1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan.
2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

Alat dan Bahan

  1. Alat tulis
  2. Kalkulator
  3. Microsoft excel
  4. Beberapa kelengkapan keselamatan kerja dalam kegiatan pemanenan hasil hutan.
  5. Video tentang kegiatan pemanenan hasil hutan dan tentang keselamatan kerja.

Cara Kerja

Memperhatikan video tentang keselamatan kerja dan penebangan kayu adalah langkah pertama yang dilaksanakan pada praktikum kali ini, lalu mengamati dan menggambar peralatan keselamatan (APD) yang diperagakan oleh Coass, selanjutnya mencari referensi tentang kesehatan keselamatan kerja khususnya bidang pemanenan hasil hutan kayu (kehutanan), dan yang terakhir menentukan peralatan keselamatan yang diperlukan untuk tiap-tiap kegiatan pemanenan hasil hutan.

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan. 2008. Kesehatan Kerja. www.depkes.go.id
Husni, L. 2000. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada. Cetakan ke-1. Jakarta.
Rusmana, R. 2003. Analisis dan Statistik Kecelakaan Kerja dalam Bunga Rampai. Universitas Diponegoro. Edisi kedua (Revisi). Surabaya.
Suma’mur, P. K. 1989. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV. Haji Masagung. Cetakan ke-4. Jakarta.
Wigbjosoebroto, S. 1989. Tehnik Tata Cara Pengukuran Kerja. Penerbit Guna Widya. Surabaya.

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Komposisi Peralatan Pemanenan

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Komposisi Peralatan Pemanenan

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan

Komposisi Peralatan Pemanenan


Tujuan

  • Mampu menentukan kebutuhan alat pada satu kegiatan pemanenan.
  • Mampu menyusun atau merencanakan komposisi alat dan personil yang sesuai dengan kebutuhan dan target produksi.

Dasar Teori

Sistem pemanenan hasil hutan merupakan subsistem dari sstem pengelolaan hutan. Komponen system pemanenan hasil hutan merupakan tahap-tahap kegiatan pemanenan hasil hutan yang merupakan pendukung utama berlakunya sistem pemanenan hasil hutan. Berikut disampaikan komponen-komponen system pemanenan hasil hutan : Timber cutting, Penyaradan, Loading, dan Houling (Haryanto, 2005).

Kegiatan pemanenan juga perlu dilaksanakan dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi dan sosial dengan tujuan untuk mengoptimalkan nilai hutan, menjaga pasokan untuk industri stabil, meningkatkan peluang kerja, meningkatkan ekonomi local dan regional. Kegiatan ini dibedakan atas empat komponen utama, yaitu :
1.    Penebangan, yaitu mempersiapkan kayu seperti menebang pohon dan memotong kayu sebelum kayu disarad jika dianggap perlu.
2.    Penyaradan, yaitu usaha untuk memindahkan kayu dari tempat penebangan ke tepi jalan angkutan.
3.    Pengangkutan, yaitu usaha mengangkut kayu dari hutan ke tempat penimbunan atau pengolahan.
4.    Penimbunan, yaitu usaha untuk menyimpan kayu dalam keadaan baik sebelum digunakan tau dipasarkan, dalam kegiatan ini termasuk pemotongan ujung-ujung kayu yang pecah atau kurang rata sebelum ditimbun (Elias, 1998).

Peralatan pemanenan berperan penting terhadap kelangsungan kegiatan pemanenan karena dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan perusahaan. Penggunaan peralatan sangat bervariasi seperti system motor, manual dan mekanis. Untuk saat ini sistem pemanenan yang dipakai menggunakan alat mekanis seperti Harvester, Feller Buncher, Forwarder, Skidder dan sistem kabel, tetapi tidak menutup kemungkinan pada kegiatan pemanenan di hutan skala kecil masih menggunakan peralatan manual seperti : gergaji tangan, kapak, gergaji rantai, sapi dan kerbau. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk kelangsungan dan kelancaran pelaksanaan kegiatan  pemanenan kayu terutama penebangan maka penggunaan peralatan yang tepat sangat diperlukan (Suhartana dkk, 2009).

Alat dan Bahan

  1. Alat tulis
  2. Kalkulator
  3. Microsoft excel
  4. Target produksi pada suatu perusahaan
  5. Prestasi kerja masing-masing elemen kegiatan pemanenan
  6. Spesifikasi alat-alat pemanenan

Cara Kerja

Pertama, memperhatikan target produksi dan target penyelesaian pekerjaan, lalu memperhatikan prestasi kerja dari masing - masing elemen kegiatan pemanenan, selanjutnya memperhatikan spesifikasi tiap alat yang akan digunakan, membandingjan alat yang ada, kemudian yang terakhir memilih alat yang sesuai dengan kebutuhan dan mampu menyelesaikan target tebangan tepat waktu.

Daftar Pustaka

Elias. 1998.  Forest Harvesting Case Study : Reduced Impact Timber Harvesting  in the Tropical Natural Forest in Indonesia. FAO. Roma.
Haryanto. 2005. Buku Ajar Mata Kuliah Pemanenan Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Suhartana, S, Yuniawati, dan Rahmat. 2009. Efisiensi Kebutuhan Peralatan Pemanenan Di Hutan Tanaman Industri, Di Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009.
Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Taksiran Produktivitas Traktor

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Taksiran Produktivitas Traktor

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan

Taksiran Produktivitas Traktor


Tujuan

  • Mempelajari analisa beban dan tenaga serta pemilihan kecepatan taktor pada kegiatan
  • Menaksir produktivitas traktor sarad

Dasar Teori

Penyaradan adalah proses penarikan kayu dari permukaan tanah dengan alat transportasi dengan menggunakan hewan atau peralatan mekanis. Kayu ditarik langsung diatas tanah dengan menggunakan sumber tenaga yang digunakan. Efektifitas penggunaan sumber tenaga mungkin akan mengakibatkan dampak bagi lantai hutan berupa pembersihan permukaan. Penggunaan hewan sebagai sumber energi ketika digunakan dalam system penyaradan terbatas pada kemiringan lapangan, kondisi permukaan, ukuran dan bentuk kayu. Kemiringan yang ideal adalah lebih kecil sama dengan 3%, jika lebih maka hewan akan kesulitan melakukan penyaradan (Stenzel, 1985).

Pada ground skidding kayu-kayu yang akan disarad diikat pada kabel sarad (main line) yang diulurkan dangan tang atau dengan kabel pengulur (haul backline) dan ditarik kemotor dimana pada penyaradan dengan system ini tidak menggunakan tiang yang digunakan sebagai pengangkut batang pohon dari atas tanah tapi dengan menggunakan alat yang telah terdapat pada mesin penyarad yang dihubungkan dengan kabel yang mampu menyarad antara 200-300 ft jika menggunakan mesin yang kecil   penyaradan dengan cara ini sangat tidak ekonomis  untuk  menghandel pohon-pohon dengan volume yang besar karena mesin ini sangat lambat pergerakan kayu yang disarat ketempat pengumpulan kayu, tapi dapat mengangkut  muatan area yang kecil dimana alat penyaradan yang lain tidak menguntungkan untuk hal itu mengangkut ditempat itu (Wackerman. 1949).

Beberapa bentuk kerusakan tanah yang terjadi akibat penyaradan adalah : penggeseran lapisan tanah atas, pemadatan tanah dan erosi. Ketiga bentuk tersebut apabila tidak diantisipasi sejak dini dapat menurunkan kualitas tanah sehingga dapat berakibat pada menurunya produktivitas hutan. Mekanisme penggeseran lapisan tanah atas yang terjadi diawali pada saat cara berputar atau berbeloknya traktor sarad di mana keadaan salah satu telapak traktor dihentikan, sementara telapak lain dipercepat perputarannya, mengakibatkan permukaan tanah di bawah telapak yang dihentikan akan disobek dan digeser dari tempat semula. Penggeseran lapisan tanah atas dapat mengakibatkan hilangnya lapisan sehingga beberapa unsur hara yang dibutuhkan untuk kesuburan tanah menjadi hilang, bahkan terkadang karena penyaradan tersebut sering menimbulkan erosi tanah (Suhartana dkk, 2011).

Alat dan Bahan

  1. Spesifikasi traktor sarad
  2. Kurva drawbar pull dan travel speed
  3. Alat tulis

Cara Kerja

Pertama, memperhatikan spesifikasi traktor yang akan dipakai dalam kegiatan penyardan, lalu menghitung tahanan-tahanan yang bekerja pada traktor tersebut, kemudian, menentukan bebena maksimum yang dapat disarad traktor dan memilih kecepatan yang optimal, terakhir, menghitung produktivitas traktor sarad.

Daftar Pustaka

A.E, Wackerman. 1949. Harvesting Timber Crops. McGraw-Hill. London
Stenzel, G., Thomas, A. Dan J. Kenneth P. 1985. Logging and Puplwood Production. Second Edition. John Willey and Sons. New York.
Suhartana , Sona, Maman Mansyur Idris & Yuniawati. 2011. Penyaradan kayu sesuai standar prosedur operasional untuk meningkatkan produktivitas dan meminimalkan biaya produksi dan penggeseran lapisan tanah atas : kasus di satu perusahaan hutan di jambi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol 29 (3), hal 249
Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Pemilihan Alat / Motede

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Pemilihan Alat / Motede

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan

Pemilihan Alat / Motede



Tujuan

  • Mempelajari cara pemilihan metode kerja dan peralatan yang sesuai kebutuhan dengan menggunakan analisis break-even point

Dasar Teori

Peralatan pemanenan kayu yang biasa digunakan antara lain  chainsaw untuk penebangan, traktor, dan forwarder untuk penyaradan, loader dan excavator untuk muat bongkar, dan truk untuk pengangkutan. Peralatan tersebut memiliki jenis, tipe, merek, dan jumlah yang berbeda sehingga sangat dituntut adanya pengetahuan tentang perencanaan pemilihan peralatan  yang baik dan efisien. Penggunaan jumlah peralatan pemanenan kayu perlu disesuaikan dengan rencana produksi yang ditetapkan sehingga memungkinkan dihasilkan produksi kayu yang dapat menutup biaya produksi yang dikeluarkan. Bertolak dari latar belakang tersebut maka tulisan ini mengetengahkan penggunaan peralatan pemanenan kayu yang efisien di HTI yang dianalisis berdasarkan batasan tebang maksimum yang dibolehkan (AAC), rencana produksi dan realisasi produksi (Suhartana dan Yuniawati, 2008).

Break Even Point (BEP) atau nilai impas adalah suatu teknis analisis untuk hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan, volume penjualan. BEP merupakan pengukuran dimana kapasitas riil pengolahan bahan baku menjadi output, menghasilkan total peneriman yang sama dengan pengeluaran (Soekartawi, 2006).

Titik impas adalah suatu keadaan dimana sebuah perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian dari kegiatan operasinya, karena hasil penjualan yang diperoleh perusahaan sama besarnya dengan total biaya yang dikeluarkan perusahaan. Breakeven point analysis penting bagi manajemen untuk mengetahui hubungan antara biaya, volume dan laba, terutama informasi mengenai jumlah penjualan minimum dan besarnya penurunan penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian (Panomban 2013).

Alat dan Bahan

•    Data biaya
•    Data peralatan
•    Kalkulator dan alat tulis

Cara Kerja

Pertama, mepelajari data yang tersedia, lalu mengelompokkan data kedalam 2 jenis biaya (biaya tetap dan biaya variabel), selanjutnya, menghitung volume kerja dan biaya yang dikeluarkan pada titik break-even, kemudian memilih perlalatan dan metode yang menguntungkan dan membuat grafik.

Daftar Pustaka

Panomban, C P. 2013. Analisis breakeven point sebagai  alat perencanaan laba pada PT. Tropica Cocoprima. ejurnal EMBA. 1(4), 1250‒1261.
Soekartawi. 2006. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Suhartana, Sona dan Yuniawati. 2008. Penggunaan Peralatan Pemanenan Kayu yang Efisien pada Perusahaan Hutan Tanaman di Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol 26 (3), hal 3-4

Thursday, January 18, 2018

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Taksiran Produktivitas Transportasi

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Taksiran Produktivitas Transportasi

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan
Taksiran Produktivitas Transportasi


Tujuan

Mempelajari waktu dengan “formula speed”
Menaksir produksi kegiatan transportasi bedasarkan waktu kegiatan angkutan

Dasar Teori

Manfaat dari adanya transportasi dapat dibagi dalam dua bagian yaitu:

  • Nilai guna tempat (Place Utility) Yaitu kenaikan atau tambahan nilai ekonomi atau nilai guna dari suatu barang atau komoditi yang diciptakan dan mengangkutnya dari suatu tempat  ke tempat lainnya yang mempunyai nilai kegunaan yang lebih kecil, ke tempat atau daerah dimana barang tersebut mempunyainilai kegunaan yang lebih besara yang biasanya diukur dengan uang (interens of money).
  • Nilai guna waktu (Time Utility)Yaitu kesanggupan dari barang untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan menyediakan barang-barang, tidak hanya dimana mereka membutuhkan, tetapi dimana mereka perlukan.

Pemindahan barang dengan angkutan adalah untuk bertujuan menaikkan atau menciptakan nilai ekonomi dari suatu barang, dengan demikian pengangkutan dilakukan karena nilai suatu barang lebih tinggi di tempat tujuan dari pada tempat asalnya. Transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, hal ini terlihat bahwa :

  • Adanya muatan yang diangkut.
  • Tersedianya kendaraan sebagai alat angkut.
  • Adanya jalan yang dapat dilalui oleh alat angkut tersebut (Kamalusin, 1986).


Faktor yang mempengaruhi pengangkutan pada kayu antara lain:

  • Letak dan topografi lapangan
  • Keadaan tanah dan iklim
  • Luas daerah yang akan dieksploitasi
  • Jumlah dan ukuran kayu
  • Keadaan jalan
  • Jarak angkutan
  • Biaya angkutan (Junus, 1989).


Kegiatan pengangkutan kayu dimulai setelah kegiatan memuat kayu ke atas truk selesai dilakukan di tempat pengumpulan kayu sementara di tepi hutan ke tempat pengolahan kayu lebih lanjut atau ke TPK. Kegiatan pengangkutan kayu merupakan kegiatan yang menentukan karena biaya pengangkutan kayu merupakan bagian terbesar, yaitu sekitar 50–90% dari biaya pembalakan (Sukadaryati, 2009).


Alat dan Bahan


  1. Rencana tebangan suatu perusahaan
  2. Spesifikasi kendaraan angkutan
  3. Alat tulis dan kalkulator


Cara Kerja

Pertama, menghitung WR, WN, dan WS. Lalu, menghitung PK1 dan PK2 untuk bongkar dan muat. Selanjutnya, menghitung kecepatan kendaraan. Keempat, menghitung waktu/trip dan ditotalkan. Selanjutnya, menghitung produktivitas transportasi

Daftar Pustaka

Kamaludin, Rustian. 1986. Ekonomi Transportasi. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Junus, M., A.R. Warasaka, J.J. Franz, M. Rusmaedy, Sudirman, S.N. Digut, M. Sila. 1989.  Dasar Umum Ilmu Kehutanan.  Buku II.  Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia bagian timur.  Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Sukadaryati. 2009. Pengangkutan Kayu Menggunakan Lima Jenis Truk di Dua Hutan Tanaman Industri di Sumatera. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol 27 (3), hal 3.

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Pembuatan Rencana Trase Jalan Sarad dan Jalan Angkut

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Pembuatan Rencana Trase Jalan Sarad dan Jalan Angkut

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan
Pembuatan Rencana Trase Jalan Sarad dan Jalan Angkut


Tujuan


  1. Mempelajari cara-cara pembuatan rencana trase jalan angkutan dengan peta topografi
  2. Membuat rencana trase jalan angkutan diatas peta topografi
  3. Mempelajari cara-cara pembuatan rencana trase jalan sarad dengan peta potensi tegakan
  4. Membuat trase jalan sarad di atas peta potensi tegakan


Dasar Teori

Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (Tpn) atau ke pinggir jalan angkutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan jarak pendek. Untuk mengurangi kerusakan lingkungan (tanah maupun tegakan tinggal) yang ditimbun oleh kegiatan penyaradan kayu, penyaradan seharusnya dilakukan sesuai dengan rute penyaradan yang sudah direncanakan diatas peta kerja, selainitu juga dimaksudkan agar prestasi kerja yang dihasilkan cukup tinggi. Perencanaan jalan sarad ini dilakukan satu tahun sebelum kegiatan penebangan dimulai. Letak jalan sarad ini harus ditandai di lapangan sebagai acuan bagi pengemudi atau penyarad kayu. Hal ini berlaku untuk penyaradan yang menggunakan traktor (Muhdi, 2006).

Jalan hutan dapat diklasifikasikan menurut fungsinya di dalam jaringan jalan menjadi 3 jenis jalan hutan, yaitu: Jalan Utama, Jalan Cabang dan ranting, Jalan sarad, Jalan utama melayani kebutuhan kegiatan pengusahaan hutan secara umum dan menghubungkan wilayah hutan dengan jalan koridor atau jalan umum, serta berfungsi menampung arus angkutan dari jalan cabang. Jalan utama biasanya diperkeras dan berkualitas tinggi serta dipelihara secara rutin. Jalan cabang dan jalan ranting melayani kegiatan pada areal yang terbatas, yakni menghubungkan daerah/tegakan hutan dalam blok dan petak dengan jalan utama. Jalan cabang kadang-kadang diperkeras, kadang tidak diperkeras. Jalan ini dipelihara secara periodic. Jalan sarad melayani keperluan menyarad kayu dari tempat tunggak di jalan angkutan atau landing. Jalan ini menghubungkan tempat tumbuh pohon individu dengan jalan angkutan atau landing. Jalan ini berkualitas rendah (Anonim, 2009).

Buldoser memiliki kelebihan dalam kegiatan penyaradan antara lain jarak sarad yang tidak terbatas dan lebih fleksibel ditinjau dari segi ekonomis. Adapun kelemahannya adalah buldoser tidak dapat digunakan pada daerah rawa, tidak dapat dioperasikan pada berbagai musim, dan tidak dapat dipergunakan pada daerah dengan kelerengan > 40%. Beberapa hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa penyar adan dengan menggunakan bul doser menimbulkan dampak kerusakan yang besar baik itu kerusakan tegakan tinggal maupun keterbukaan lahan akibat kegiatan penyaradan (Ruslim, 2011).

Alat dan Bahan


  1. Peta topografi dengan skala tertentu
  2. Peta potensi tegakan
  3. Kertas kalkir
  4. Jangka
  5. Busur derajat
  6. Penggaris


Cara Kerja

Pertama, dalam jalan angkut, memperhatikan peta topografi yang digunakan, lalu, memperhatikan syarat gradien jalan, selanjutnya menggambar rencana jalan yang akan dibuat dengan spesifikasi jalan dan titik permulaan serta terakhir dan mengukur jalan serta kelerengan.

Kedua, dalam jalan sarad, memperhatikan peta potensi hasil inventore/cruising, lalu, merencanakan agar diangkut lewat sungai, selanjutnya, meletakkan TPK pada perpotongan arah jalan dengan sungai, kemudian, setiap garis sejajar dicari titik berat garisnya, lalu, menghubungkan setiap titik berta garis yang sejajar untuk meentukan arah trase jalan.

Daftar Pustaka

Rusli, Yosep. 2011. Penerapan Reduced Impact Logging Menggunakan Monocable Winch (Pancang Tarik). Journal of Tropical Forest Management. Vol 17 (3), hal 104
Anonim. 2009. Pembukaan Wilayah Hutan dan Keteknikan Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Makassar
Muhdi. 2006. Pemanenan Hasil Hutan. USU. Medan.

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Pengamatan Waktu Kerja

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Pengamatan Waktu Kerja

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan
Pengamatan Waktu Kerja


Tujuan


  1. Mempelajari cara-cara waktu pengamatan kerja (time study)
  2. Dapat melaksanakan pekerjaan pengamatan waktu kerja hingga mendapatkan data-data terukur dari suatu pekerjaan


Dasar Teori

Barangkali bagian yang paling penting tetapi justru yang paling sulit didalam pelaksanaan pengukuran kerja adalah kegiatan evaluasi kecepatan atau tempo kerja operator pada saat pengukuran kerja berlangsung. Kecepatan, usaha, tempo, ataupun performance kerja semuanya akan menunjukkan kecepatan gerakan operator pada saat bekerja. Aktifitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator ini dikenal sebagai Rating Performance. Secara umum kegiatan rating ini dapat didefinisikan sebagai a process during which the time study analyst compare yhe performance (speed or tempo) of the operator under observation with the opserver’s own concept of normal performance (Wignjosoebroto, 1992).

Kegiatan pelaksanaan kerja, kegiatan evaluasi kecepatan, dan waktu kerja operator merupakan bagian paling penting dan paling sulit dalam pelaksanaan pengukuran kinerja operator saat kegiatan berlangsung. Kecepatan, usaha, jarak, ataupun kinerja kerja lainnya akan memberikan kecepatan gerakan operator pada saat bekerja. Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator dikenal sebagai peringkat kinerja (Sutalaksana, 2006).

pengukuran kerja pada dasarnya merupakasuatu usaha untuk menentukan lamanya waktu kerja yang dibutuhkan oleh seorang operator atau pekerja yang terlatih untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik pada tingkat kecepatan kerja yang normal, dan dalam lingkngan kerja yang terbaik pada saat itu. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran waktu kerja yang akan  dilakukan menggunakan mtode pengukuran waktu kerja secara langsung. Pengukuran waktu kerja secara langsung dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu metode jam henti (stopwatch) dan work sampling (Sukma, 2013).

Alat dan Bahan


  1. Data sekunder penebangan
  2. Data sekunder penyaradan
  3. Data sekunder pengangkutan
  4. Stop watch
  5. Blangko pengamatan
  6. Alat tulis
  7. Kalkulator


Cara Kerja

Dimulai dari menyusun elemen kerja, yang terdri dari elemen utama dan allowance. Selanjutnya menghitung waktu standar dan waktu normal. Diakhiri dengan membuat prestasi kerja elemen utama dan allowance

Daftar Pustaka

Sukma, Novita. 2013. Analisis Pengukuran Waktu Kerjadengan Metode Pengukuran Kerja Secara Langsung pada Bagian Pengemansan PT JAPFA COMFEED INDONESIA Tbk. Jurnal Lulusan TIP FTP UB. Vol 1, hal 3
Sutalaksana,  Iftikar Z., dkk. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1992. Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja. Surabaya: Guna Widya.