Wednesday, January 18, 2017

Laporan Praktikum Silvikultur Permudaan Hutan Secara Alam

LAPORAN PRAKTIKUM SILVIKULTUR
PERMUDAAN HUTAN SECARA ALAM


PERMUDAAN HUTAN SECARA ALAM


Tujuan


  1. Mempelajari berbagai faktor yang berpengaruh pada keberhasilan permudaan alam (jenis tumbuhan hutan) di Taman Nasional Gunung Merapi.


Bahan dan Alat


  1. Permudaan alam tanaman hutan di Taman Nasional Gunung Merapi.
  2. Milimeter block.
  3. Tali.
  4. Meteran.
  5. Hagameter.
  6. Kompas.


Cara Kerja


  1. Permudaan alam tanaman hutan di Taman Nasional Gunung Merapi diamati dengan cara membuat petak ukur ganda dengan ukuran PU 2m x 2m untuk seedling, 5 x 5 m untuk sapling, 10 x 10 m untuk poles, 20 x 20 m untuk tress (PU 2 x 2 m berada didalam PU 5 x 5 m, PU 5 x 5 m berada didalam PU 10 x 10 m, PU 10 x 10 m berada didalam PU 20 x 20 m).
  2. Jenis anakan diidentifikasi dan dihitung jumlah anakan tanaman hutan yang ada dalam plot.
  3. Diameter sapling, poles, dan tress diukur. Perhatikan apakah ada pohon induk masing-masing jenis anakan.
  4. Catat pula jenis-jenis tumbuhan yang ada di dalam plot serta yang ada disekitar lokasi plot, amati pula kerapatan tumbuhan bawah, ketebalan seresah dan tingkat naungan karena saat awal pertumbuhan beberapa jenis tanaman butuh naungan
  5. Gambar pula letak poles pada petak ukur yang saudara amati.

Tinjauan Pustaka

Sistem silvikultur adalah proses penanaman, pemeliharaan, penebangan, penggantian komposisi tegakan hutan untuk menghasilkan produksi kayu atau hasil hutan lainnya. Penerapan sistem silvikultur yang sesuai dapat meningkatkan nilai hutan, baik kuantitas maupun kualitas (Mawazin, 2013).

Dalam konsep silvikultur, penebangan merupakan tindakan untuk melakukan proses peremajaan hutan dengan memungut atau menebang pohon-pohon pada diameter tertentu atau yang telah masak tebang. Penebangan akan membuka ruang yang dapat memberikan kesempatan memacu pertumbuhan anakan alam terutama jenis-jenis yang toleran terhadap cahaya, sehingga akan memperkaya komposisi dan keanekaragaman jenis (Denslow, 1987).

Salah satu indikator pemulihan hutan secara lestari adalah terciptanya regenerasi permudaan alam yang dicirikan pertumbuhan permudaan alam dan ketahanan keanekaragaman jenisnya. Kegiatan penebangan dapat mempengaruhi regenerasi alam terutama pada tingkat semai dan pancang. Kondisi permudaan setelah satu tahun pasca panen kemungkinan telah stabil pertumbuhannya sehingga informasi komposisi, sebaran, kerapatan, dan keanekaragaman jenisnya dapat bermanfaat untuk pertimbangan perencanaan pengelolaan hutan selanjutnya (Ewel, 1980).
Baca Juga : Laporan Praktikum Silvikultur Pembuatan Rancangan Persemaian dan Penaksiran Produksi Bibit

Berdasarkan kebutuhan akan cahaya strategi permudaan alam dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Jenis Intoleran
Memerlukan banyak cahaya untuk tumbuh, akan menempati ruang-ruang yang terbuka, sebagai tumbuhan pioneer. Kelompok ini ditemui pada fase awal hutan sekunder, pada gap yang besar, pada areal bekas tebang habis atau tempat penimbunan kayu, dengan kondisi penyinaran yang cukup tinggi.
2. Jenis Toleran
Mampu tumbuh pada tempat-tempat terlindung, di bawah naungan dalam jangka waktu lama, bahkan tanpa ada pertumbuhan (dormansi meristematik). Ditemui pada jenis penyuun hutan klimaks, yang menempati lapian tajuk kedua.
3. Gap Opportunis
Mampu berkecambah dan tumbuh di bawah naungan tapi hanya dalam waktu yang terbatas. Jika dalam waktu yang lama tidak ada pembukaaan naungan maka semai tersebut akan mati, dan akan tumbuh kembali pada musim berikutnya. Tetapi jika terjadi pembentukan gap (celah) maka semai akan bereaksi dengan menunjukkan pertumbuhan yang cepat. Karena keberhasilannya tergantung pada terbentuknya gap maka disebut gap opportunis. Ditemukan pada jenis Dipterocarpaceae. Dari kemampuannya bertahan di bawah naungan yang cukup lama dan bereaksi dengan cepat pada saat terbentuk gap, maka jenis ini mampu menjadi penyusun utama dalam lapisan tajuk atas (Daniel, 1987).

Beberapa keuntungan dari permudaan alam adalah pelaksanaan yang mudah, sederhana, dan biaya yang relative murah karena sedikitnya tindakan silvikultur. Kelemahannya adalah adanya kemungkinan ketersediaan biji dan semai yang kurang dan tidak tersebar merata, sehingga pemanfaatan ruang kurang optimal. Dan sebaliknya dapat juga terjadi ketersediaan semai yang sangat melimpah dan berlebihan, sehingga tegakan tidak dapat tumbuh optimal. Tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan kelemahan permudaan ini antara lain :
Mengontrol jumlah, persebaran dan kualitas pohon induk sehingga menghasilkan biji/anakan dalam jumlah cukup, berkualitas baik, dan tersebar merata.
Menyiapkan media tumbuh yang sesuai dan tepat waktu, serta menyiapkan kondisi lingkungan yang baik. Sehingga pada saat biji jatuh dan tersebar akan dapat berkecambah dan berkembang dengan baik (Sukirno, 2005).


Daftar Pustaka

Daniel , W.T. 1992. Prinsip-prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University press: Yogyakarta
Denslow, J.S. (1987). Tropical rainforest gaps and tree species diversity. Annual review of Ecology and Systematics, 18, 431-451.
Ewel, J. & Conde, L. (1980). Potencial ecological impact of increased intensity of tropical utilization. BIOTROP Special Publ., 11, 70.
Mawazin dan Atok Subiakto. 2013. KEANEKARAGAMAN DAN KOMPOSISI JENIS PERMUDAAN ALAM HUTAN RAWA GAMBUT BEKAS TEBANGAN DI RIAU. Jurnal rehabilitasi hutan. Vol 1 hal 59-73
Sukirno. 2005. Buku Ajar Mata Kuliah Silvikultur. Fakultas Kehutanan UGM

Artikel Terkait

Laporan Praktikum Silvikultur Permudaan Hutan Secara Alam
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email

Tambahkan Komentar Anda Untuk Meningkatkan Kualita Blog Ini Dengan Cara : Tidak Spam dan Berkatalah yang Sepantasnya.