Monday, February 20, 2017

Laporan Praktikum Pengukuran dan Inventarisasi Hutan Penaksiran Potensi Hutan Rakyat

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DAN INVENTARISASI SUMBER DAYA HUTAN
PENAKSIRAN POTENSI HUTAN RAKYAT


PENAKSIRAN POTENSI HUTAN RAKYAT


Tujuan

1. Dapat mengtahui cara/metode yang digunakan dalam inventarisasi hutan rakyat
2. Dapat menyajikan data potensi hutan rakyat

Dasar Teori

Dalam masyarakat Gunung Kidul misalnya, hutan rakyat tidak hanya dikembangkan pada tanah-tanah milik tetapi juga pada tanah-tanah lain di luar kawasan hutan Negara seperti tanah bengkok, tanah kas desa, tanah sultan ground dan lain-lain. Dengan demikian pemahaman tentang hutan rakyat penekanannya bukan pada status kepemilikan tanahnya melainkan pada kata ‘rakyat’ sebagai pengelola. Masyarakat Gunungkidul juga memiliki memiliki konsepsi lokal wono untuk menyebut ‘hutan rakyat’ yang bukan hanya diterjemahkan secara fisik sebagai kumpulan pohon tetapi dimaknai secara lebih luas sebagai kesatuan ekosistem yang unik sebagai strategi bertahan hidup masyarakat yang merupakan perpaduan antara tegalan, pekarangan, sawah dan kebonan. Dalam konsepsi wono itulah masyarakat menanam dan memungut hasil dari tanaman pertanian, menebang kayu untuk membangun rumah, menjual pohon untuk mendapat cash money apabila ada keperluan mendadak dan besar. Dalam wono tersebut, masyarakat memelihara/menghidupi dan memperoleh dukungan kehidupan dari ternak yang berupa sapi ataupun kambing (Taufik,2008).

Potensi hutan rakyat di Indonesia mencakup populasi jumlah pohon yang diharapkan mampu menyokong bahan baku untuk industri. Potensi tegakan hutan rakyat memilik prospek yang baik untuk dikembangkan dalam rangka menggantikan peran hutan yang hilang akibat adanya penggunaan lahan dan hutan (Sukadaryati, 2006).

Keberhasilan pembangunan hutan rakyat, akan memberikan sumbangan yang positif terhadap pembangunan nasional dalam bentuk (1) meningkatkan produksi kayu dan hasil hutan ikutan, (2) memperluas aksesibilitas dan kesempatan kerja di pedesaan, (3) memperbaiki sistem tata air dan meningkatkan perlindungan permukaan tanah dari bahaya erosi, (4) meningkatkan proses pembentukan karbon dioksida (CO₂) dan polutan lain di udara karena adanya peningkatan proses fotosintesis di permukaan bumi, (5) dari proses fotosintesis dapat menjaga kadar oksigen udara segar tetap pada tingkat yang menguntungkan bagi makhluk hidup, dan (6) menyediakan habitat yang untuk menjaga keragaman hayati (biodiversity) (Simon, 1995).

Petani hutan rakyat yang mempunyai luasan lahan yang sempit cenderung mengelola hutan ke arah pola tanam hutan rakyat monokultur, sedangkan pada lahan yang luas cenderung dikelola dengan model hutan rakyat campuran, seperti: pola tanam berbasis tanaman semusim dan tanaman serbaguna maupun perkebunan campuran (Agroforestry), seperti: pola tanam karet, coklat, kapulaga, dan kopi. Hutan rakyat yang terdapat di pulau jawa mempunyai banyak perberbedaan dengan daerah diluar jawa, hutan rakyat di pulau Jawa mempunyai karakteristik yang berbeda baik dari segi budidaya maupun status kepemilikannya dibandingkan dengan di luar Jawa. Budidaya dan manajemen pengelolaan hutan rakyat di Jawa relatif lebih intensif dan lebih baik dibandingkan dengan luar Jawa. Disamping itu juga status kepemilikan lahan dengan tata-batas yang lebih jelas serta luas lahan yang sangat sempit dan kondisi-kondisi lain seperti pasar, informasi dan aksessibilitas yang relatif lebih baik (Darusman dan Hardjanto, 2006).

Tidak sesuainya kemampuan hutan produksi untuk menghasilkan kayu sebagai bahan baku industri kehutanan telah menyebabkan peran Hutan Taman Industri (HTI) dijadikan penopang dan harapan utama dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu nasional. Namun, karena kemampuan produksinya yang hanya mencapai 25 juta m3 per tahun,  menyebabkan peran hutan rakyat mulai diperhatikan sebagai bahan baku pengganti (substitusi) yang ternyata mampu memberikan kontribusi rata2 pertahun sebesar 16 juta - 20 juta m3 pertahun. Dijadikannya kayu rakyat sebagai bahan baku substitusi bagi industri primer hasil hutan kayu, telah menyebabkan nilai kayu rakyat secara ekonomis meningkat. Tidaklah heran jika peluang ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha, masyarakat bahkan pemerintah untuk mengembangkan hutan rakyat (Distanhut, 2014).

Alat dan Bahan

1. Data sekunder berupa data LHC Desa Nglanggeran
2. Data rekapitulasi tegakan di Desa Nglanggeran
3. Tally sheet
4. Komputer

Cara Kerja

Dipelajari data sekunder berupa luasan tiap penggunaan lahan ditiap dukuh dan data yang yang diketahui yaitu diameter pohon, tinggi pohon, jumlah pohon beserta jenisnya, jumlah tiang beserta jenisnya, untuk setiap dukuh. Masing-masing dukuh dikelompokkan luasan tiap penggunaan lahannya dan juga jenis yang diperhitungkan. Masukkan ke dalam tabel melalui bantuan Ms. Excel.Dihitung jumlah kayu dan volume kayu per hektar pada masing-masing penggunaan lahan ditiap dukuh, dimana volume kayu yang dicari merupakan volume kayu perkakas. Rumus Vkp = 0,25 x 3,14 x d2 x t x f dimana f merupakan bilangan bentuk (untuk jati 0,6 dan untuk jenis lain 0,7).Kompilasikan hasil perhitungan potensi tegakan untuk satu desa.

Daftar Pustaka

Darusman, D dan Hardjanto. 2006. Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
Distanhut. 2014. Pengelolaan Hutan Rakyat. Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor. Bogor
Simon, Hasanu. 1995. Metode Inventore Hutan. Media Aditya. Yogyakarta.
Sukadaryati. 2006. Potensi Hutan Rakyat di Indonesia dan Permasalahannya.  [Prosiding] Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006; Bogor. Departemen Kehutanan. hlm. 49-57.
Taufik, T.H , Affianto, A., Wibowo, A.D., Slamet, R. 2005. Analisis Biaya dan Pendapatan dalam Pengelolaan PHBM Sebuah Panduan Perhitungan Bagi Hasil. Pustaka Latin. Bogor.

Artikel Terkait

Laporan Praktikum Pengukuran dan Inventarisasi Hutan Penaksiran Potensi Hutan Rakyat
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email

Tambahkan Komentar Anda Untuk Meningkatkan Kualita Blog Ini Dengan Cara : Tidak Spam dan Berkatalah yang Sepantasnya.